Selasa, 13 November 2012

USHUL FIQIH : METODOLOGI FORMULASI HUKUM ISLAM

A. Metodologi Formulasi Hukum Islam

1.Pengantar
                 Hukum dalam pengertian ulama ushul fiqh ialah”Apa yang dikehendaki oleh syari’(Pembuat Hukum)”.Dalam hal ini, Syari’ adalah Allah. Kehendak Syari’ itu dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan penjelasannya dalam sunah. Pemahaman akan kehendak Syari ‘ itu tergantung sepenuhnya kepada pemahaman ayat-ayat hukumdalam Al-Qur’an dan hadis-hadis hukum dalam sunah. Usaha pemahaman,penggalian dan perumusan hukum dari kedua sumber tersebut di kalangan ulama disebut istinbath. Jadi  istinbath adalah usaha dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya.
                Sumber hukum islam pada dasarnya ada dua macam:
1.Sumber  tekstual” atau sumber tertulis (disebut juga nushush), yaitu langsung berdasarkan teks Al-Quran dan Sunah Nabi.
2.Sumber “non tekstual” atau sumber tak tertulis (disebut juga ghair al-nushush), seperti  istihsan dan qiyas. Meskipun sumber hukum kedua ini tidak langsung mengambil dari teks Al-Quran dan sunah, tetapi pada hakikatnya digali dari (berdasarkan dan menyandar kepada) Al-Quran dan sunah.
Dari pembagian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya metode pemahaman hukum islam yang berangkat melalui pemahaman secara langsung dari teks disebut metode lafzhiyyah. Sedangkan pemahaman secara tidak langsung dari teks Al-Quran dan sunah disebut metode ma’nawiyyah. Kedua metode itu sama-sama digunakan dalam memahami dan merumuskan hukum islam.

2. Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Sunah
            Teks Al-Qur’an dan Sunah (keduanya merupakan sumber dan dalil pokok hukum Islam) adalah berbahasa Arab, karena Nabi yang menerima dan menjelaskan Al-Qur’an itu menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu, setiap usaha memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber hukum tersebut sangat tergantung kepada kemampuan memahami bahasa arab. Untuk maksud itu para ahli ushul menetapkan bahwa pemhaman teks dan penggalian hukum harus berdasarkan kaidah tersebut. Dalam hal ini mereka berpegang pada dua hal:
1.       Pada petunjuk kebahasaan dan pemahaman kaidah bahasa Arab dari teks tersebut dalam hubungannya dengan Al-Qur’an dan Sunah.
2.       Pada petunjuk Nabi dalam memahami hukum-hukum Al-Qur’an dan penjelasan Sunah atas hukum-hukum Qur’an itu. Dalam hal ini lafadz ‘Arabi dipahami dalam ruang lingkup hukum syara’.
Kaidah pemahaman lafadz Arabi itu mencakup 4 segi pokok pembahasan:
1.       Pemahaman lafadz dari segi arti dan kekuatan penggunaannya terhadap maksud kehendak Allah yang terdapat dalam lafadz itu.
2.       Pemahaman lafadz dari segi penunjukannya terhadap hukum.
3.       Pemahamanlafazdari segi kandungannya terhadap satuan pengertian (afrad) dalam lafaz itu.
4.       Pemahaman lafadz dari segi gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan tuntutan hukum (taklif).


                                                        DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Kencana Premada Media grup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar