A. Metodologi
Formulasi Hukum Islam
1.Pengantar
Hukum dalam pengertian ulama ushul fiqh
ialah”Apa yang dikehendaki oleh syari’(Pembuat Hukum)”.Dalam hal ini, Syari’ adalah Allah. Kehendak Syari’ itu dapat ditemukan dalam
Al-Qur’an dan penjelasannya dalam sunah. Pemahaman akan kehendak Syari ‘ itu tergantung sepenuhnya kepada
pemahaman ayat-ayat hukumdalam Al-Qur’an dan hadis-hadis hukum dalam sunah.
Usaha pemahaman,penggalian dan perumusan hukum dari kedua sumber tersebut di
kalangan ulama disebut istinbath.
Jadi istinbath
adalah usaha dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya.
Sumber hukum islam pada dasarnya
ada dua macam:
1.Sumber “tekstual”
atau sumber tertulis (disebut juga nushush),
yaitu langsung berdasarkan teks Al-Quran dan Sunah Nabi.
2.Sumber “non tekstual” atau sumber tak tertulis
(disebut juga ghair al-nushush),
seperti istihsan dan qiyas.
Meskipun sumber hukum kedua ini tidak langsung mengambil dari teks Al-Quran dan
sunah, tetapi pada hakikatnya digali dari (berdasarkan dan menyandar kepada)
Al-Quran dan sunah.
Dari
pembagian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya metode pemahaman hukum
islam yang berangkat melalui pemahaman secara langsung dari teks disebut metode
lafzhiyyah. Sedangkan pemahaman
secara tidak langsung dari teks Al-Quran dan sunah disebut metode ma’nawiyyah. Kedua metode itu sama-sama
digunakan dalam memahami dan merumuskan hukum islam.
2. Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Sunah
Teks Al-Qur’an dan Sunah (keduanya merupakan sumber dan dalil
pokok hukum Islam) adalah berbahasa Arab, karena Nabi yang menerima dan
menjelaskan Al-Qur’an itu menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu, setiap
usaha memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber hukum tersebut sangat
tergantung kepada kemampuan memahami bahasa arab. Untuk maksud itu para ahli ushul menetapkan bahwa pemhaman teks dan
penggalian hukum harus berdasarkan kaidah tersebut. Dalam hal ini mereka
berpegang pada dua hal:
1.
Pada petunjuk kebahasaan dan pemahaman kaidah bahasa Arab
dari teks tersebut dalam hubungannya dengan Al-Qur’an dan Sunah.
2.
Pada petunjuk Nabi dalam memahami hukum-hukum Al-Qur’an dan
penjelasan Sunah atas hukum-hukum Qur’an itu. Dalam hal ini lafadz ‘Arabi dipahami dalam ruang
lingkup hukum syara’.
Kaidah pemahaman lafadz
Arabi itu mencakup 4 segi pokok pembahasan:
1.
Pemahaman lafadz
dari segi arti dan kekuatan penggunaannya terhadap maksud kehendak Allah yang
terdapat dalam lafadz itu.
2.
Pemahaman lafadz
dari segi penunjukannya terhadap hukum.
3.
Pemahamanlafazdari
segi kandungannya terhadap satuan pengertian (afrad) dalam lafaz itu.
4. Pemahaman lafadz dari segi gaya bahasa yang
digunakan dalam menyampaikan tuntutan hukum (taklif).
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Kencana Premada Media grup